Selasa, 22 Mei 2018

Kakak Beradik yang berujung jatuh cinta




Resensi Buku
Sampel Engtay Karya N. Riantiarno

  • Riwayat Penulis
Norbertus Riantiarno (lahir di CirebonJawa Barat6 Juni 1949; umur 68 tahun), atau biasa dipanggil Nano, adalah seorang aktorpenulissutradarawartawan dan tokoh teater Indonesia, pendiri Teater Koma (1977). Dia adalah suami dari aktris Ratna Riantiarno

Nano telah berteater sejak 1965, di kota kelahirannya, Cirebon. Setamatnya dari SMA pada 1967, ia melanjutkan kuliah di Akademi Teater Nasional IndonesiaATNI, Jakarta, kemudian pada 1971 masuk ke Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara di Jakarta. Ia bergabung dengan Teguh Karya, salah seorang dramawan terkemuka Indonesia dan ikut mendirikan Teater populer pada 1968. Pada 1 Maret 1977 ia mendirikan Teater Koma, salah satu kelompok teater yang paling produktif di Indonesia saat ini.[1] Hingga 2006, kelompok ini telah menggelar sekitar 111 produksi panggung dan televisi.



Film layar lebar perdana karyanya, CEMENG 2005 (The Last Primadona), 1995, diproduksi oleh Dewan Film Nasional Indonesia.[1]
Nano sendiri menulis sebagian besar karya panggungnya, antara lain:
Selain drama-drama di atas, Teater Koma di bawah pimpinan Nano juga pernah memanggungkan karya-karya penulis kelas dunia, antara lain;


Nano banyak menulis skenario film dan televisi. Karya skenarionya, ''Jakarta Jakarta'', meraih Piala Citra pada Festival Film Indonesia di Ujung Pandang, 1978. Karya sinetronnya, ''Karina'' meraih Piala Vidia pada Festival Film Indonesia di Jakarta, 1987.[1]
Menulis novel ''Cermin Merah''''Cermin Bening'' dan ''Cermin Cinta'', diterbitkan oleh Grasindo, 2004, 2005 dan 2006. ''Ranjang Bayi'' dan 18 Fiksi, kumpulan cerita pendek, diterbitkan Kompas, 2005. Roman ''Primadona'', diterbitkan Gramedia 2006.
Nano ikut mendirikan majalah Zaman, 1979, dan bekerja sebagai redaktur (1979-1985). Ia ikut pula mendirikan majalah Matra, 1986, dan bekerja sebagai Pemimpin Redaksi.[2]Pada tahun 2001, pensiun sebagai wartawan. Kini berkiprah hanya sebagai seniman dan pekerja teater, serta pengajar di program pasca-sarjana pada Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) di Surakarta.



  • Sinopsis
Menceritakan tentang Sampek, pemuda asal Pandeglang dan Engtay gadis banten yang lahir di Serang. Mereka berdua bertemu di Betawi. Macun, tunangan Engtay, anak semata wayang Kapten Cina Rangkasbitung. Engtay berniat bersekolah di Betawi, Ayah Engtay pernah berkata "Aku akan kasih izin kamu sekolah di Betawi, kalau kamu berhasil menipuku!". Akhirnya Engtay pun melakukan aksinya yaitu menjadi laki-laki penagih hutang. Ia mengelabui ayahnya untuk segera membayar hutang-hutangnya. Tetapi akibat kelakuannya itu ayahnya jatuh pingsan sehingga Engtay panik dan segera melepas penyamarannya.





Saya suka saat bagian Engtay mengatakan "Sudah terlambat. Ini surat perintah Landraad. Di pengadilan nanti kamu boleh bicara. Untuk sementara, rumah ini berserta seluruh isinya, disita." sambil membayangkan bagaimana Akting pemeran Engtay saat mengatakan itu. 

Dan saat Jinsim dan Suhiang beradu kata. Jinsim "Ya, boleh maju. Lalu kalau sudah sekolah, untuk apa? Mau apa? Apa guannya? Sudah takdir, biar pintarnya kaya Ken Dedes, tempat perempuan tetap di bawah. Boleh maju, tapi apa ya kalau sudah maju perempuan boleh meminta laki-laki gantian bunting?"

Di Lakon ini tidak hanya berakting tapi di tengah-tengah terkadang diisi dengan nyanyian. Ada suatu adegan yang dimana saat Engtay dan Sampek bertemu di tengah jalan, yang kebetulan Engtay harus mencari kendaraan untuk menuju Glodok (ke sekolahnya). Engtay dan Sampek akhirnya pergi bersama ke sekolahnya, di bagian tersebut saya tidak menyangka kalau Sampek dan Engtay bernyanyi. Dan ada nama desa Big Manggo/Mangga Besar. 

Saya tidak menyangka juga kalau Engtay mengatakan bahwa dia ingin menganggap kalau Sampek adalah Kakaknya begitu juga dengan Sampek bahwa dia menganggap kalau Engtay adalah Adikknya.

Saya senang juga disini Guru sekolahnya adil dengan muridnya, Engtay adalah putra sahabatnya tetapi jika dia salah tetap dihukum. 

Cerita di dalam buku ini menarik walaupun buku tentang drama tapi bahasanya tidak baku, menyenangkan untuk dibaca, di drama ini juga diselipinkan candaan dan nyanyian yang jadi tidak membuat si pembaca mudah bocan.


https://id.wikipedia.org/wiki/Norbertus_Riantiarno
 

Welcome To my Blog Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang